Banyak Warga Tuli dan Bisu! Mitos Kutukan Desa Bengkala Bali Sehingga Menjadi Destinasi Wisata Istimewa

Rabu 08-11-2023,15:30 WIB
Reporter : Hanida Syafrina
Editor : Hanida Syafrina

Menurut Mitos yang ada, zaman dulu terdapat dua kelompok warga di sebuah desa. Kelompok pertama menyembah dewa tertentu dan kelompok kedua menolak menyembah dewa.

BACA JUGA:5 Keunikan Destinasi Wisata Thailand atau Vietnam

Kelompok yang tidak mau menyembah dewa pergi meninggalkan desa dengan membawa emas. Merekapun dipanggil-panggil oleh penyembah dewa, namun rombongan yang membawa emas ini tidak menyahut dan mendengar.

itulah, warga desa mengutuk mereka supaya menjadi tuli dan bisu. Cerita selanjutnya, warga desa yang pergi ini tinggal di desa bengkala dan mendapatkan kutukan tidak bisa mendengar dan bicara.

Selama orang-orang kolok masih ada di Desa Bengkala, penduduknya tetap mempercayai bahwa kutukan tersebut belum hilang.

Meskipun demikian, warga kolok di Desa Bengkala tetap berusaha untuk menempatkan diri seperti warga desa lainnya.

BACA JUGA:5 Fakta Menarik Pulau Bunaken! Taman Laut Pertama sebagai Surga Bagi Penyelam

Mereka aktif berpartisipasi dalam kehidupan desa dan menjalani kehidupan sehari-hari mereka dengan semangat yang tinggi.

Desa ini menjadi contoh positif tentang inklusi sosial dan bagaimana masyarakat dapat menerima dan mendukung satu sama lain, tidak peduli dengan latar belakang atau disabilitas yang mereka.


Banyak Warga Tuli dan Bisu! Mitos Kutukan Desa Bengkala Bali Sehingga Menjadi Destinasi Wisata Istimewa--instagram.com/@desabengkala

Warga desa Bengkala memiliki kerajinan tangan seperti anyaman bambu dan tenun ikat tradisional. Selain itu, sebagian besar warga Bengkala berforesi sebagai petani.

Meski kadang disebut warga kutukan, namun, justru keberadaan komunitas ini menjadi kebanggaan bagi Desa Bengkala, karena mereka memberikan perlakuan istimewa kepada warga kolok.

BACA JUGA:7 Destinasi Menarik di Hainan Tiongkok yang Wajib Dikunjungi! Ada Patung Dewi Kwan Im Tertinggi di Dunia

Mereka tidak mengalami penolakan atau diskriminasi, dan tetap memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan warga lain yang memiliki kemampuan fisik normal.

Para penyandang disabilitas diberikan kebebasan untuk tidak bergotong-royong dan tidak diwajibkan memberikan iuran untuk mendukung upacara keagamaan di desa tersebut.

Kategori :