PALEMBANG, PALTV,CO.ID - Ojek online, atau yang sering disebut sebagai "ojol" saat ini telah menjadi salah satu profesi yang umum di masyarakat Indonesia.
Banyak pengemudi ojek online laki-laki yang mengangkut penumpang perempuan yang bukan mahram mereka. Pertanyaannya adalah, bagaimana hukumnya dalam Islam?
Driver Ojek Online Membonceng Perempuan Bukan Mahram, Sebagaimana yang disebutkan dalam Hadis Nabi Muhammad SAW, "Janganlah salah seorang dari kalian berkhalwat dengan seorang wanita karena setan menjadi yang ketiga di antara mereka berdua." (HR Ahmad dan Ibnu Hibban).
Dalam hal ini, Islam mengatur batasan interaksi antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Terlebih lagi, dalam konteks ojek online, perempuan sebagai penumpang duduk satu bangku dengan laki-laki pengemudi motor.
BACA JUGA:Mari Simak! Anak Laki-laki Punya Tanggung Jawab Ini Kepada Ibunya
Terkadang, bersentuhan secara fisik tidak dapat dihindari. Apakah diizinkan bagi driver ojek online laki-laki untuk mengangkut penumpang perempuan yang bukan mahram?
Dalam konteks ini, prinsip dasar dalam Islam adalah bahwa seorang muslim diwajibkan untuk menjaga dirinya agar tidak terlibat dalam perbuatan yang mendekatkan diri pada zina.
Dilarang pula berduaan atau berdekatan dengan lawan jenis yang bukan mahram, karena hal ini dapat menimbulkan nafsu yang tidak diinginkan.
Namun, menurut pandangan Tim Layanan Syariah Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama di laman resmi Kemenag.
BACA JUGA:Ringkasan Bab 3 Buku Rich Dad Poor Dad, Uruslah Bisnis Anda Sendiri
Ada situasi-situasi tertentu di mana memandang perempuan yang bukan mahram dibolehkan, salah satunya adalah saat bertransaksi atau bermuamalah.
Laki-laki diperbolehkan untuk berinteraksi dengan perempuan yang bukan mahram asalkan masih dalam konteks transaksi tersebut. Hal Ini juga mencakup situasi ketika seorang pengemudi ojol mengangkut penumpangnya.
Dalam Islam, interaksi antara perempuan dan laki-laki yang bukan mahram sebenarnya diperbolehkan selama interaksi tersebut tidak melibatkan khalwat (berduaan) atau berpotensi menimbulkan fitnah. Pendapat ini merujuk pada penjelasan dalam kitab Al-Majmu' Syarah al Muhadzab, jilid IV, pada halaman 350.
Secara umum, mayoritas ulama mengharamkan hal ini, meskipun ada beberapa yang membolehkannya dengan beberapa persyaratan.
BACA JUGA:Penyakit Ain Bisa Menyerang Anak dan Balita, Kenali Gejalanya!