DJKI Tanggapi Fatwa MUI Jatim terkait Sound Horeg

DJKI Tanggapi Fatwa MUI Jatim terkait Sound Horeg

DJKI beri tanggapan atas fatwa MUI Jatim soal sound horeg, soroti aspek hak cipta dan penggunaan lagu secara legal di acara publik.--foto/ dok. Kemenkum Sumsel

PALTV.CO.ID- Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum (Kemenkum) menanggapi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Provinsi Jawa Timur (MUI Jatim) yang menyatakan bahwa penggunaan sound horeg dengan volume berlebihan serta mengandung unsur kemaksiatan adalah haram. 

Fatwa ini juga merekomendasikan agar Kemenkum untuk tidak mengeluarkan legalitas berkaitan dengan sound horeg, termasuk kekayaan intelektual (KI) sebelum ada komitmen perbaikan dan penyesuaian sesuai aturan yang berlaku.

DJKI menegaskan bahwa suatu ekspresi atau pertunjukan seni secara deklaratif akan mendapatkan hak cipta ketika dipertunjukkan ke publik.

Namun jika pelaksanaannya berlebihan dan tidak terkontrol, maka berpotensi mendatangkan permasalahan. Apalagi jika sebuah pertunjukan seperti sound horeg yang dilakukan di ruang terbuka atau pemukiman yang melibatkan penonton dari berbagai kalangan dan rentang usia.

BACA JUGA:CEO H. Dedi Suparman Beri Kejutan: Umrah ke-3 Gratis dan Wisata Hudaibiyah untuk 433 Jemaah

BACA JUGA:Stok Darah Menipis, PMI PALI Gencarkan Sistem Jemput Bola

“Sebagai bentuk ekspresi seni, sound horeg harus mengikuti pada norma agama, norma sosial, dan ketertiban umum. Jika sudah menimbulkan kerusakan atau permasalahan, tentu bisa dibatasi. Apalagi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta juga memuat pembatasan tegas,” tegas Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual, Razilu, Jumat (18/7/2025).

“Pasal 50 UU Hak Cipta berbunyi setiap orang dilarang melakukan pengumuman, pendistribusian, atau komunikasi ciptaan yang bertentangan dengan moral, agama, kesusilaan, ketertiban umum, atau pertahanan dan keamanan negara,” lanjutnya.


DJKI beri tanggapan atas fatwa MUI Jatim soal sound horeg, soroti aspek hak cipta dan penggunaan lagu secara legal di acara publik.--foto/ dok. Kemenkum Sumsel

DJKI menyoroti bahwa fatwa MUI Jatim ini tidak sepenuhnya melarang sound horeg. Penggunaan dengan intensitas suara secara wajar untuk berbagai kegiatan positif, seperti resepsi pernikahan, pengajian, shalawatan dan lain-lain, serta steril dari hal-hal yang diharamkan hukumnya boleh.

Mengingat urgensi dan eskalasi pengaturan aktivitas sound horeg ini, DJKI berharap adanya regulasi khusus seperti Peraturan Daerah (Perda) atau Peraturan Pemerintah (PP) guna mengatur perizinan dan pelaksanaan kegiatannya.


DJKI beri tanggapan atas fatwa MUI Jatim soal sound horeg, soroti aspek hak cipta dan penggunaan lagu secara legal di acara publik.--foto/ dok. Kemenkum Sumsel

“Jadi yang terpenting adalah mengatur perizinan dan melakukan monitoring saat pelaksanaan sound horeg, sehingga keterlibatan instansi-instansi yang lebih berwenang menjadi sentral terkait hal ini,” ungkap Razilu.

Razilu juga mengingatkan sebagai pertunjukan seni, event organizer sound horeg juga sebaiknya mengatur perizinan atau membayar royalti. Hal ini dikarenakan selama ini sound horeg banyak menggunakan materi lagu dan musik milik kreator lain untuk tujuan komersial.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: berbagai sumber