PALEMBANG, PALTV.CO.ID- Fenomena hikikomori tengah menghantui Jepang dengan lebih dari 1,5 juta penduduk negara tersebut menarik diri dari kehidupan sosial.
Mereka memilih untuk menjalani kehidupan yang tertutup, seringkali mengisolasi diri di dalam rumah.
Hikikomori, istilah yang menggambarkan pilihan untuk mengucilkan diri dari kehidupan sosial dan berbaur dengan masyarakat, telah menjadi perhatian di Jepang.
Pemerintah Jepang menganggap hikikomori sebagai bentuk isolasi diri, dengan kriteria minimal isolasi selama enam bulan.
Meskipun istilah ini dikenal sejak 1980-an, fenomena hikikomori bukanlah hal baru. Namun, pandemi Covid-19 telah memperburuk situasi ini dengan semakin banyak orang yang memilih hidup dalam keterasingan.
BACA JUGA:Nasi Goreng: Jejak Kuliner Unik Indonesia yang Menggoda Lidah
BACA JUGA:Sosok Kuyung Kritis Pengusaha Kondang dan Tokoh Masyarakat di MUBA yang disegani
Menurut survei nasional di Jepang, sekitar 2 persen dari 12.249 responden berusia 15 hingga 64 tahun diidentifikasi sebagai hikikomori.
Jika persentase ini diterapkan pada seluruh populasi Jepang, diperkirakan ada sekitar 1,46 juta orang yang mengalami hikikomori.
Ada lima poin utama terkait hikikomori:
1. Istilah "hikikomori" diciptakan oleh seorang psikolog Jepang bernama Tamaki Saito dalam bukunya "Social Withdrawal - Adolescence Without End" yang diterbitkan pada tahun 1988.
2. Hikikomori ditandai dengan perilaku menghindari kehidupan sosial secara ekstrem, dengan durasi minimal isolasi selama enam bulan.
3. Orang yang mengalami hikikomori enggan keluar rumah, bekerja, atau bersekolah. Beberapa bahkan menolak aktivitas non-sosial seperti membeli bahan makanan.
4. Penyebab hikikomori belum diketahui dengan pasti, tetapi beberapa psikolog menghubungkannya dengan peristiwa stres yang memicu perilaku penghindaran sosial. Beberapa penelitian juga mengaitkan hikikomori dengan keluarga yang tidak berfungsi atau pengalaman trauma.
5. Fenomena hikikomori semakin umum terjadi di Jepang dalam beberapa tahun terakhir, terkait dengan meningkatnya cemas, depresi, dan fobia sosial di kalangan penduduk Jepang.