Bandingkan sama Toyota Yaris yang tipe tertingginya cuma Rp280 jutaan. Dengan selisih segitu, wajar kalau banyak calon pembeli mikir ulang. Orang cari mobil Rp400 jutaan biasanya nyari SUV atau sedan elegan — bukan hatchback sporty.
Interior Nanggung, Nggak Sesuai Ekspektasi
BACA JUGA:Terkendala Cuaca, Progres Pembangunan PSEL Keramasan Sempat Meleset dari Target
BACA JUGA:Lebih Canggih, OpenAI Rilis Model AI o3 dan o4-Mini, Apa Saja Keunggulannya?
Walau tampil sporty, kualitas interior City Hatchback dianggap biasa aja. Materialnya nggak jauh beda sama mobil sekelas Brio atau Yaris.
Sementara Jazz dulu punya nuansa kabin yang lebih solid dan berkelas. Jadi, buat banyak orang, desain luar yang keren kurang didukung oleh kenyamanan dalamnya. Buat harga segitu, orang berharap lebih.
Masalah Identitas dan Nostalgia
Honda City itu udah lama dikenal sebagai sedan. Jadi waktu tiba-tiba muncul versi hatchback, banyak fans Honda yang bingung. Ditambah lagi, fans Honda Jazz itu loyal banget.
BACA JUGA:Produk Lokal Terancam di Pasar AS Akibat Kenaikan Tarif Hingga 47 Persen
BACA JUGA:Terkendala Cuaca, Progres Pembangunan PSEL Keramasan Sempat Meleset dari Target
Banyak yang nggak rela Jazz diganti, apalagi sama mobil yang “bukan hatchback dari lahir.” Efek nostalgia ini ternyata cukup kuat dan mempengaruhi minat beli.
City Hatchback malah seperti dilupakan pasar?--www.hondaindonesia.com
7. Isu Spare Part dan Masa Depan yang Suram
Penjualan City Hatchback juga terus menurun. Ini bikin banyak orang ragu soal ketersediaan spare part, terutama bodi. Walau mesin L15ZF-nya masih dipakai BR-V dan WR-V, tapi part eksterior bisa jadi langka nantinya.
Kesimpulan: Mobilnya Bagus, Tapi Gagal Paham Pasar
Honda City Hatchback bukan mobil yang buruk — justru keren dan punya fitur lengkap. Tapi strategi harganya keliru, identitasnya nggak kuat, dan nggak bisa mengisi ruang yang ditinggalkan Jazz.