Yang membuat film ini menonjol adalah pendekatan naratifnya yang berbeda dari kebanyakan film kriminal.
Film Woman of the Hour menjadi langkah baru bagi Anna Kendrick, bukan hanya sebagai aktor, tetapi juga sebagai sutradara.--Foto: Instagram@annakendrick47
Woman of the Hour tidak mengikuti pola konvensional dalam menampilkan kekerasan atau momen-momen dramatis seperti cara detektif menangkap pelaku atau adegan pembunuhan brutal.
Sebaliknya, film ini memilih untuk fokus pada tiga perempuan yang berhubungan dengan Rodney:
Cheryl, Laura (diperankan oleh Nicolette Robinson), seorang penonton acara yang mulai curiga terhadap identitas Rodney, dan Amy (diperankan oleh Autumn Best), korban terakhir dari Alcala.
Di era di mana cerita kriminal, khususnya kekerasan terhadap perempuan, sering dieksploitasi demi hiburan, Woman of the Hour dengan sengaja menolak untuk menjadi bagian dari tren tersebut.
Alih-alih, film ini menawarkan refleksi yang mendalam tentang bagaimana perempuan seringkali diabaikan dan dihilangkan suaranya dalam masyarakat patriarki.
Kendrick menampilkan situasi di mana perempuan yang menyadari ancaman di sekeliling mereka, seperti Laura, tidak dipercaya oleh pria.
Misalnya, ketika Laura mencoba memberi tahu temannya tentang kecurigaannya terhadap Rodney,
temannya malah meragukan insting Laura dan berusaha membuatnya merasa bersalah karena terlalu waspada—tindakan ini dikenal sebagai gaslighting.
Momen-momen seperti ini, meskipun sederhana, dirancang dengan apik oleh Kendrick untuk menggugah empati penonton.
Ia berhasil menciptakan adegan di mana ketegangan dibangun bukan dari kekerasan yang ditampilkan,
tetapi dari kesadaran mendadak para korban bahwa mereka berada di bawah bayang-bayang ancaman yang serius.
Film ini tidak menampilkan pembunuhan dengan penuh darah, melainkan menekankan pada detik-detik
di mana para perempuan menyadari bahwa mereka sedang berbicara dengan seseorang yang berbahaya.