Bagi penonton yang sudah menonton Smile pertama, formula teror di film ini mungkin sudah familiar. Senyuman aneh dari orang-orang asing yang diikuti dengan peristiwa supernatural adalah pertanda awal dari mimpi buruk panjang.
BACA JUGA:Honda Meluncurkan Hornet CB1000 Model 2025 di Pasar Eropa dengan Peningkatan Suspensi dan Rem
BACA JUGA:Resep Barobbo Makassar Bubur Jagung yang Gurih dan Sehat
Kali ini, Skye yang menjadi targetnya, dan seperti yang bisa diduga, ia menghadapi kesulitan besar untuk membuat orang-orang percaya padanya, terutama mengingat latar belakangnya yang penuh kontroversi.
Dari segi produksi, Smile 2 jelas menunjukkan peningkatan yang signifikan. Dengan anggaran yang lebih besar, Parker Finn berhasil menciptakan dunia yang lebih luas, namun tetap terperangkap dalam perasaan klaustrofobia yang menghantui karakter utamanya.
Desain produksinya lebih megah, dan ini terlihat dari cara Finn menggambarkan dunia Skye, yang di satu sisi tampak besar dengan segala sorotan dunia hiburan, namun di sisi lain terasa sangat sempit karena teror yang terus mendekat.
Meskipun premisnya mirip dengan film pertama, Smile 2 tidak kehilangan daya tariknya. Ketegangan dan rasa takut masih berhasil diciptakan dengan sangat efektif, meski kejutan-kejutannya mungkin tidak lagi terasa baru bagi mereka yang sudah familiar dengan gaya Finn.
Namun, kehebatan Smile 2 bukan terletak pada elemen-elemen horor yang sudah dikenal itu, melainkan pada pendalaman psikologis karakter utamanya.