Burton pernah memainkan peran penting dalam mengubah wajah sinema superhero dengan karyanya di --FOTO : INSTAGRAM@TIMBURTON
Burton beruntung karena tidak menghadapi banyak tekanan dari studio untuk mengikuti formula tertentu atau menjaga konsistensi dengan film lain.
"Aku cukup beruntung saat itu karena kata 'franchise' masih belum ada. Jadi, Batman pada saat itu terasa seperti sebuah eksperimen.
Timnya memiliki kebebasan lebih untuk fokus pada pembuatan film tanpa harus terlalu memikirkan tuntutan komersial yang sekarang menjadi prioritas utama studio-studio besar.
Film-film superhero saat ini sering kali menjadi bagian dari sebuah waralaba besar yang melibatkan perencanaan jangka panjang, crossovers dengan film lain.
BACA JUGA:PDI Perjuangan Dukung Pasangan Lucianty-Syaparuddin Maju Pilkada Muba, Ini Sikap Beni Hernedi
BACA JUGA:Cara Mudah Mengecek Ketebalan Kampas Rem Tanpa Bongkar Motor
dan keharusan untuk menjaga kesinambungan naratif dan visual. Studio-studio besar kini lebih tertarik untuk mempertahankan brand.
Hal inilah yang membuat Burton merasa kurang tertarik untuk kembali ke genre ini, meskipun ia tidak sepenuhnya menutup kemungkinan tersebut di masa depan.
Sebagai perbandingan, sutradara seperti Sam Raimi berhasil kembali ke dunia superhero setelah sukses dengan trilogi "Spider-Man" pada awal 2000-an.
Raimi kemudian melanjutkan dengan menyutradarai "Doctor Strange in the Multiverse of Madness" pada tahun 2022, yang juga berhasil meraih kesuksesan besar.
Namun, meskipun contoh seperti ini ada, Burton tampaknya tidak tergerak untuk mengikuti jejak yang sama.
Dia menyadari bahwa perubahan besar dalam cara film superhero diproduksi saat ini membuatnya merasa tidak lagi memiliki kebebasan kreatif seperti dulu.