“Bajo adalah suku di Asia Tenggara. Mereka lebih identik dengan laut sebagai entitas,” katanya kepada Tempo dalam sebuah percakapan telepon, Rabu, 12 Juni 2024.
Mitos Asal-Usul Suku Bajo
Ada berbagai mitos yang memberikan petunjuk tentang asal-usul suku Bajo. Salah satu mitos, menurut Tasrifin, adalah bahwa suku Bajo merupakan keturunan dari Johor di Malaysia, yang diperintahkan oleh rajanya untuk mencari seorang putri yang melarikan diri.
Konon, mereka mencari putri tersebut hingga ke Sulawesi dan kemudian menetap di beberapa kawasan timur Indonesia.
BACA JUGA:MacBook Air M3: Desain Tipis, Baterai Tahan Lama, dan Performa Fantastis
Versi lain dari mitos suku Bajo ditemukan oleh antropolog tersebut ketika melakukan riset di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Dalam versi ini, putri yang hilang tersebut menikah dengan Raja Bone, sehingga suku Bajo menetap bersama penduduk lokal di Bone.
Mitos lainnya menyebutkan bahwa orang-orang Bajo dari Johor tidak menemukan putri yang hilang tersebut dan akhirnya menetap di Gorontalo dan Kepulauan Togean, Teluk Tomini.
Hubungan Kekerabatan Suku Bajo
Suku Bajo diperkirakan sudah berada di Indonesia sejak 2.000 tahun lalu. Mereka menjalin hubungan kekerabatan dengan sesama suku Bajo di Filipina dan Malaysia menggunakan bahasa yang sama, yaitu bahasa Sama, yang menurut antropolog dekat dengan rumpun bahasa Bugis.
BACA JUGA:Ban Belakang Bermasalah, Truk Terperosok ke Tepi Jurang di Jalan Lintas Sumatera Muara Enim
Sebagai masyarakat pesisir, mereka menganut agama Islam dan mempraktikkan beberapa kepercayaan lokal, termasuk ilmu pengobatan tradisional.
Tasrifin mengatakan bahwa hingga kini, asal-usul suku Bajo masih belum dapat dipastikan secara ilmiah. “Belum ada hipotesis yang jelas tentang asal-usul pertama mereka, karena mereka hidup di atas perahu, di atas laut,” ujarnya.
Pengusiran dan Tantangan Hukum
Suku Bajo sering menghadapi pengusiran oleh negara-negara tempat mereka tinggal karena banyak dari mereka yang lahir tanpa dokumen kewarganegaraan, sehingga dianggap sebagai migran ilegal. “Mereka sering dianggap subordinat oleh etnik lain yang mendiami wilayah tertentu, karena mereka tidak memiliki pengakuan tanah ulayat,” kata Tasrifin.
BACA JUGA:Ban Belakang Bermasalah, Truk Terperosok ke Tepi Jurang di Jalan Lintas Sumatera Muara Enim
Sebagai penutup, Tasrifin berharap agar negara-negara tempat suku Bajo tinggal memberikan pengakuan hukum terhadap hak-hak mereka sebagai suku yang hidup di atas laut. “Negara harus memberi ruang bagi ekspresi budaya maritim orang Bajo yang selama ini dikenal sebagai pewaris kebudayaan maritim,” tutupnya.*