Analisis Hukum Penarikan Paksa Kendaraan oleh Debt Collector, Kemenkumham Sumsel Gunakan Sipkumham

Jumat 17-05-2024,22:14 WIB
Reporter : Dera
Editor : Devi Setiawan

BACA JUGA: Kemenkumham Sumsel Gelar Penilaian Integritas dalam Upaya Pencegahan Korupsi di Palembang

“Harus melalui surat teguran 1, 2 dan 3. Kemudian melayangkan somasi dalam jangka waktu per tujuh hari. Baru mengirim jasa penagih utang. Nah, debt collector ini harus punya sertifikat penagih, surat tugas dari lembaga pembiayaan. Kalau tak ada surat tugas, itu ilegal,” tegas Kabid HAM Kemenkumham Sumsel Karyadi.

Prosedur penarikan kendaraan bermotor yang kreditnya bermasalah, terus Karyadi, telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tersebut menerangkan bahwa fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan, dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.

Kabid HAM Kemenkumham Sumsel Karyadi mengungkapkan bahwa Kemenkumham Sumsel kerap menerima aduan mengenai permasalahan fidusia ini.

BACA JUGA: Kemenkumham Sumsel Gelar Penilaian Integritas dalam Upaya Pencegahan Korupsi di Palembang

Sebagai mediator, kata Karyadi, Kemenkumham Sumsel terus mengupayakan negosiasi antara si konsumen dengan perusahaan leasing.

“Mereka kami pertemukan dan dilakukan mediasi untuk mencari penyelesaiannya. Kalau tidak bisa, terpaksa ke aparat penegak hukum," tutup Kabid HAM Kemenkumham Sumsel Karyadi.

Pada kegiatan analisis hukum penarikan paksa kendaraan oleh debt collector tersebut, turut pula dihadiri oleh Kepala Subbidang Pengkajian Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Phuput Mayasari beserta jajaran Kanwil Kemenkumham Sumsel.*

Kategori :