Beliau menjelaskan bahwa ketika seorang muslim sudah mampu secara finansial, hendaknya ia membayarkan hak orang lain tersebut.
Ini berlaku untuk siapa saja, termasuk orang yang memiliki karyawan atau pegawai. Dalam hal ini seorang atasan.
Gaji pegawai harus dibayarkan dengan tepat waktu. Karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang telah Allah SWT tundukkan dan patuh untuk melayani atasannya. Maka, berikanlah hak mereka.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda: “Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah)
BACA JUGA:Ternyata Eh Ternyata Ada Bentuk-bentuk Ghibah yang Dibolehkan dalam Islam, Simak Penjelasannya!
Gaji pegawai harus dibayarkan dengan tepat waktu.--freepik.com/@wirestock
Sementara itu, mengutip penjelasan Buya Yahya dalam channel Youtube Al-Bahjah TV menjelaskan bahwa, keringat kering itu dimaknai oleh para ulama bukan keringat yang mengering dalam arti sesungguhnya, melainkan sesuai dengan perjanjian.
“Kalau gaji mingguan ya mingguan, gajinya bulanannya ya bulanan. Kalau gajian harian selesai ia bekerja langsung dibayar,” kata Buya Yahya.
Lebih lanjut, Buya Yahya menjelaskan bahwa kalau seseorang punya pegawai yang bekerja, jangan sampai kita menunda pembayarannya sampai keringatnya kering, karena itu termasuk zalim.
“Jadi kalau gajinya bulanan harus dibayar setiap bulan, tidak boleh ditunda kecuali dengan perjanjiannya, kecuali bagi yang nggak mampu,” tambah beliau.
Bagi seseorang yang menunda karena tidak mampu dan sudah berusaha tapi belum bisa menunaikan, menurut Buya tidak berdosa.
“Yang dosa adalah yang dia punya, ada akan tetapi menunda-nunda, hukumnya adalah haram. Maka jangan cari petaka, jangan cari celaka, maka bergegaslah untuk membayar gaji kepada yang berhak. Dan jangan biasa menunda-nunda. Bersegeralah ini,” kata Buya Yahya lebih lanjut.
Menahan hak orang lain merupakan perbuatan yang diharamkan. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil.” (QS. An Nisa’: 29)